Welcome to my blog, enjoy visiting :)

Sunday 1 March 2015

rangkuman sejarah kelas X


                                      BAB I
A. Diakronis, Sinkronis, Kronologi, Ruang dan    Waktu dalam Sejarah


Pengertian Diakronis, Sinkronis, dan Kronologi

Menurut Galtung, sejarah adalah ilmu diakronis berasal dari kata diachronich (di dalam bahasa latin artinya melalui/melampaui dan chronicus artinya waktu).

Diakronis artinya memanjang dalam waktu tetapi terbatas dalam ruang.

Sinkronis artinya meluas dalam ruang tetapi terbatas dalam waktu.

Kronologi adalah catatan kejadian-kejadian yang diurutkan sesuai dengan waktu terjadinya. Kronologi dalam peristiwa sejarah dapat membantu merekonstruksi kembali suatu peristiwa berdasarkan urutan waktu secara tepat, selain itu dapat juga membantu untuk membandingkan kejadian sejarah dalam waktu yang sama di tempat berbeda yang terkait peristiwanya.

Cara Berpikir Diakronis dalam Mempelajari Sejarah

Sejarah itu diakronis maksudnya me­manjang dalam waktu, sedangkan ilmu-ilmu sosial itu sinkronis maksudnya melebar dalam ruang. Sejarah mementingkan proses. Sejarah akan membicarakan satu peristiwa tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A sampai waktu B.

Contoh:

  • Perkembangan Sarekat Islam di Solo, 1911-1920
  • Terjadinya Perang Diponegaro, 1925-1930
  • Revolusi Fisik di Indonesia, 1945-1949
  • Gerakan Zionisme 1897-1948

Cara Berpikir Sinkronis dalam Mempelajari Sejarah

Sedangkan ilmu sosial itu sinkronis (menekankan struktur) artinya ilmu sosial meluas dalam ruang. Pendekatan sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, titik tetap pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang perkembangan peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi hanya menganalisis suatu kondisi seperti itu.

Contoh: Satu mungkin menggunakan pendekatan sinkronis untuk menggambarkan keadaan ekonomi di Indonesia pada suatu waktu tertentu, menganalisis struktur dan fungsi ekonomi hanya pada keadaan tertentu dan pada di saat itu.

Kedua ilmu ini saling berhubungan (ilmu sejarah dan ilmu–ilmu sosial). Kita ingin mencatat bahwa ada persilangan antara sejarah yang diakronis dan ilmu sosial lain yang sinkronis. Artinya ada kalanya sejarah menggunakan ilmu sosial, dan sebaliknya, ilmu sosial menggunakan sejarah, ilmu diakronis bercampur dengan sinkronis.

Contoh:

  • Peranan militer dalam politik, 1945-1999 (yang ditulis seorang ahli ilmu politik).
  • Elit Agama dan Politik, 1945-2003 (yang ditulis ahli sosiologi).

Konsep Ruang

Ruang adalah konsep yang paling melekat dengan waktu.

  • Ruang merupakan tempat terjadinya berbagai peristiwa–peristiwa sejarah dalam perjalanan waktu.
  • Penelaahan suatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya tidak dapat terlepaskan dari ruang waktu terjadinya peristiwa tersebut.
  • Jika waktu menitik beratkan pada aspek kapan peristiwa itu terjadi, maka konsep ruang menitikberatkan pada aspek tempat di mana peristiwa itu terjadi.

Konsep Waktu

  • Masa lampau itu sendiri merupakan sebuah masa yang sudah terlewati. Tetapi, masa lampau bukan merupakan suatu masa yang final, terhenti, dan tertutup.
  • Masa lampau itu bersifat terbuka dan berkesinambungan. Sehingga dalam sejarah, masa lampau manusia bukan demi masa lampau itu sendiri dan dilupakan begitu saja, sebab sejarah itu berkesinambungan apa yang terjadi dimasa lampau dapat dijadikan gambaran bagi kita untuk bertindak dimasa sekarang dan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
  • Sejarah dapat digunakan sebagai modal bertindak di masa kini dan menjadi acuan untuk perencanaan masa yang akan datang.

Keterkaitan Konsep Ruang dan Waktu dalam Sejarah

  • Konsep ruang dan waktu merupakan unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu peristiwa dan perubahannya dalam kehidupan manusia sebagai subyek atau pelaku sejarah.
  • Segala aktivitas manusia pasti berlangsung bersamaan dengan tempat dan waktu kejadian.
  • Manusia selama hidupnya tidak bisa dilepaskan dari unsur tempat dan waktu karena perjalanan manusia sama dengan perjalanan waktu itu sendiri pada suatu tempat di mana manusia hidup (beraktivitas).


    B. KAUSALITAS

    kausalitas yaitu hubungan sebab akibat/ ada hubungan yang saling mempengaruhi antara peristiwa sebelumnya dan peristiwa sesudahnya. hubungan sebab akibat dan saling mempengaruhi dikaji perkembangannya dari waktu ke waktu
    contohnya :keruntuhan kerajaan majapahit yaitu
    sebab1. karena meninggalnya hayam wuruk dan patih gajah mada jadi majapahit tdk ada yg memimpin lagi
    akibat2. terjadinya perebutan kekuasaan (perang saudara / perang paregreg)
    akibat3. banyak daerah kekuasaan yang melepaskan diri lalu muncul raden patah yang mendirikan kerajaan demak , demak mulai menguasai daerah pesisir jawa dan meyebarkan agama islam dari situ berakhirnya kerajaan bercorak hindu-budha

C. INTERPRESTASI

Interpretasi atau penafsiran adalah proses omunikasi melalui Lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan imbol-simbol yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan). 

D. KRONOLOGI DAN PERIODISASI

Periodisas
i adalah pembabakan waktu yang digunakan untuk berbagai peristiwa. Periodisasi yang dibuat para ahli tentang suatu peristiwa yang sama dapat berbeda-beda bentuknya dikarenakan alasan pribadi atau subyektif.
Contoh periodisasi: 1. zaman pra sejarah sampai permulaan tarikh masehi
                                   2. zaman proto historis dan permulaan tarikh masehi sampai ke abad VII
                                   3. zaman sriwijaya-sailendra (abad VII-XII)
                                   4. zaman singasari-majapahit (abad XII-XVI)
                                   5. zaman penyusunan kemerdekaan indonesia sejak (XVI-XIX)

Kronologi adalah penentuan urutan waktu terjadinya suatu peristiwa sejarah. Kronologi berdasarkan hari kejadian atau tahun terjadinya peristiwa sejarah.
Manfaat kronologi adalah: -dapat membantu menghindarkan terjadinya kerancuan dalam pembabakan waktu sejarah. -dapat merekonstruksi peristiwa sejarah dimasa lalu berdasarkan urutan waktu dengan tepat. -dapat menghubungkan dan membandingkan kejadian sejarah di tempat lain dalam waktu yang sama.
Contoh kronologi : 1. Perkembangan Sarekat Islam di Solo (1911-1920)
                                  2. Terjadinya Perang Diponegoro (1925-1930)
                                  3. Revolusi fisik di Indonesia (1945-1949)



E. KONSEP RUANG DAN WAKTU DALAM    SEJARAH


Konsep ruang dan merupakan unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu peristiwa dan perubahannya dalam kehidupan manusia sebagai subyek atau pelaku sejarah. Segala aktivitas manusia pasti berlangsung bersamaan dengan tempat kejadian. Manusia selama hidupnya tidak bisa dilepaskan dari unsur tempat karena perjalanan manusia sama dengan perjalanan waktu itu sendiri pada suatu tempat dimana manusia hidup (beraktivitas).


Ø  Secara Luas  Konsep ruang dan merupakan unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu peristiwa dan perubahannya dalam kehidupan manusia sebagai subyek atau pelaku sejarah. Segala aktivitas manusia pasti berlangsung bersamaan dengan tempat dan kejadian. Manusia selama hidupnya tidak bisa dilepaskan dari unsur tempat dan karena perjalanan manusia sama dengan perjalanan itu sendiri pada suatu tempat dimana manusia hidup (beraktivitas).     Ø  Secara Sempit   Ruang adalah konsep yang paling melekat dengan waktu.   Ruang merupakan tempat terjadinya berbagai peristiwa - peristiwa sejarah dalam  perjalanan waktu.    Penelaahan suatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya tidak dapat terlepaskan dari ruang waktu terjadinya peristiwa tersebut.    Jika waktu menitik beratkan pada aspek kapan peristiwa itu terjadi, maka konsep ruang menitikberatkan pada aspek tempat, dimana peristiwa itu terjadi  

Manusia dalam konsep ruang dan waktu dalam sejarah, maksudnya waktu merupakan satu kesatuan sebagai konsep. sedang ruang tempat terjadinya peristiwa alam, sosial, serta sejarah dengan manusia sebagai pelakunya. yg berarti ruang, waktu, manusia. merupakan 3 unsur penting yg tidak dapat dipisahkan dari peristiwa yang terjadi.








                                                
BAB II

A. PERKEMBANGAN MAKHLUK HIDUP


1) Zaman Azoikum
       Zaman ini berlangsung kurang lebih 2500 juta tahun. Bumi masih merupakan bola gas sangat panas yang berputar pada porosnya.

2. Zaman Paleozoikum (Zaman kehidupan tua)

Zaman ini berlangsung kurang lebih 340 juta tahun. Keadaan bumi belum stabil, iklim masih berubah-ubah dan curah hujan sangat besar. Akan tetapi, pada zaman ini mulai ada tanda-tanda kehidupan. Seperti makhluk bersel satu (mikro-organisme), hewan-hewan kecil yang tidak bertulang punggung, jenis ikan dan jenis ganggang atau rumput-rumputan. Adanya hewan dan tumbuhan di bumi pada zaman ini diketahui dari sisa-sisanya yang telah membatu yang disebut fosil. Fosil ini umumnya ditemukan di batu karang. Zaman ini disebut juga zaman primer  (Zaman pertama)

3. Zaman Mesozoikum (Zaman kehidupan pertengahan)

Zaman Mesozoikum terjadi sekitar 65 sampai 200 juta tahun yang lalu. Saat itu, mulai muncul pohon-pohon besar dan hewan yang hidup di darat. Zaman ini berlangsung kurang lebih 140 juta tahun. Iklim semakin membaik, curah hujan mulai berkurang. Sungai-sungai besar dan danau banyak yang mengering dan berlumpur. Ikan banyak yang mati, tetapi ada beberapa jenis yang dapat bertahan hidup. Ikan tersebut dapat bernafas meskipun tidak ada air. Siripnya sangat kuat, bisa digunakan untuk berjalan. Mereka merangkak ke darat dan mulai hidup di darat.

Ikan yang hidup di darat kemudian berubah, siripnya tumbuh menjadi kaki yang kuat. Ekornya tumbuh semakin memanjang. Kepalanya makin membesar dan keras. Hewan itu bisa hidup di darat dan di air. Mereka lebih banyak hidup di darat dan turun ke air jika bertelur.

               Gambar 1. Ikan pertama di Bumi

Beberapa jenis hewan amphibi tumbuh menjadi besar sekali, bahkan besarnya ada yang melebihi seekor buaya. Bentuknya berubah, sisiknya menjadi besar-besar. Telurnya berkulit keras seperti telur ayam. Mereka tidak lagi bertelur di air, tetapi di darat. Itulah hewan reptil pertama. Beberapa jenis reptil yang hidup pada zaman prasejarah mirip dengan hewan reptil sekarang. Reptil terbesar diantaranya adalah Dinosaourus, Brontosaurus dan Tyrannosaurus.

Umumnya Dinosaurus merupakan hewan pemakan tumbuhan, kecuali Tyrannosaurus. Rahangnya amat besar, giginya banyak dan panjang. Besar Dinosaurus diperkirakan setara dengan sepuluh kali gajah. Hidupnya di air, kerena air membantu meringankan berat badannya.

Tidak semua reptil hidup di darat dan di air tawar. Ada juga yang hidup di udara dan laut. Reptil terbang mempunyai sayap lebih besar dari sayap burung dan mampu melayang berjam-jam di udara mencari makanan. Paruhnya panjang digunakan untuk menyambar ikan yang tampak di permukaan air. Salah satu jenisnya adalah Peteranodon.

Gambar 2. Pteranodon

Di akhir zaman Mesozoikum hewan mamalia (menyusui) sudah mulai ada. Saat itu suhu bumi masih belum stabil. Kadang-kadang suhu udara tinggi sekali, tetapi ada kalanya rendah sekali. Zaman ini dinamakan juga zaman sekunder (Zaman kedua)

4. Zaman Neozoikum

Zaman ini berlangsung sekitar 65 juta tahun yang lalu. Zaman Neozoikum dibagi menjadi dua zaman, yaitu:


a. Zaman Tersier (Zaman ketiga)

Zaman ini dibagi menjadi beberapa masa, yaitu Paleosen, Eosen, Oligosen, Miosen, dan Pliosen. Pada Zaman Tersier ini binatang-binatang mamalia berkembang pesat, sedangkan jenis reptil raksasa lambat laun lenyap. Mekhluk primata (binatang menyusui serupa dengan kera) mulai nampak sejak  Zaman Paleosin.

Orangutan mulai muncul pada masa Miosen. Daerah asalnya mungkin dari Afrika. Saat itu Benua Afrika. Saat itu benua Afrika masih bersatu dengan Jazirah, Arab. Daerah Afrika Timur belum gersang seperti sekarang. Orangutan merupakan kera yang tinggal di pucuk-pucuk pohon besar. Makanannya terutama buah dan daun-daunan. Mereka menyebar ke hutan di Asia Barat Daya, Asia Selatan, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Diakhir masa Moisen terjadi perubahan besar pada kulit bumi dan lingkungan alamnya. Benua Afrika lepas dari benua Asia sehingga muncul Laut Merah. Dareah hutan di Afrika Timur berubah menjadi sabana.  Beberapa bagian Jazirah Arab menjadi gurun dan hutan di India juga berkurang. Orangutan tidak menyesuaikan diri dengan perubahan iklim dan lingkungannya. Mereka kemudian berpindah ke Asia Tenggara yang masih memiliki hutan yang lebat. Sisa-sisanya masih dapat kita temukan di Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.

Pada zaman Pliosen, yaitu sekitar 10 juta tahun yang lalu, hidup hewan yang lebih besar daripada gorilla yang disebut dengan Giganthropus (kera manusia raksasa). Hewan ini ditemukan di Bukit Siwalik di kaki Pegununggan Himalaya dan Selat Himla (sebelah utara India). Giganthropus hidup berkelompok, sehingga mereka dapat berkembang biak dan menyebar dari Afrika ke Asia Selatan dan Asia Tenggara. Giganthropus akhirnya punah karena sebab yang tidak jelas.

Selain Giganthropus, dari masa yang sama hidup makhluk lain yang disebut dengan Australopithecus (manusia kera dari selatan). Ada sekitar 65 fosil Australopithecus telah ditemukan di Afrika Selatan dan Afrika Timur. Sedangkan di Kalimantan Barat dari kala Eosen Akhir ditemukan fosil vertebrata yaitu Anthrcotherium dan Choeromus (sejenis babi hutan purba) yang juga ditemukan di Asia Daratan. Penemuan fosil ini membuktikan bahwa kala Eosen terakhir, Kalimantan Barat bergabung dengan Daratan Asia.



b. Zaman Kwarter (Zaman Keempat)

Zaman Kwarter dimulai sekitar 600.000 tahun yang lalu. Zaman ini dibagi menjadi dua kala, yaitu kala Pleistosen (Dillivium) dan kala Hollosen (Alluvium).

1. Kala Pleitosen (Dilivium)

Kala Pleitosen berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Kala Pleitosen menjadi sangat penting karena pada masa ini mulai muncul manusia purba. Keadaan alam pada masa ini masih liar dan labil karena silih bergantinya dua zaman, yaitu Zaman Glasial dan Zaman Interglasial.

Zaman Glasial adalah zaman meluasnya lapisan es di Kutub Utara sehingga Eropa dan Amerika bagian utara tertutup es. Sedangkan daerah yang jauh dari kutub terjadi hujan lebat selama bertahun-tahun. Permukaan air laut turun disertai dengan naiknya permukaan bumi diberbagai tempat. Karena adanya pergeseran bumi dan kerja gunung-gunung berapi, banyak hutan, termasuk Indonesia menjadi kering, akibatnya muncul Paparan Sunda (Sunda Plat) dan Paparan Sahul (Sahul Plat). Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Malaysia barat bergabung dengan Filipina dan Formossa, Taiwan dan kemudian ke benua Asia. Bergitu pula Sulawesi melalui Minahasa, Pulau Sangir terus ke Filipina. Antara Jawa Timur dengan Sulawesi Selatan berhubungan melalui Nusa Tenggara.

Zaman Interglasial adalah zaman diantara dua zaman es. Temperatur naik hingga lapisan es di kutub utara mencair, akibatnya permukaan air laut naik dan terjadi berbagai banjir besar di berbagai tempat. Hal ini menyebabkan banyak daratan terpisah oleh laut dan selat.

Pada kala Pleistosen ini hanya hewan berbulu tebal saja yang mampu bertahan hidup. Salah satunya adalah Mammouth (gajah berbulu tebal).


Gambar 3. Mammouth

Sedangkan hewan berbulu tipis pindah ke daerah tropis. Perpindahan binatang dari Asia Daratan ke Jawa, Sulawesi dan Filipina ada yang melalui Malaysia (Jalan Barat), ada pula yang melalui Formosa, Filipina, ke Kalimantan , Jawa dan Sulawesi (jalan timur). Garis Wallace adalah garis antara selat makassar dan lombok yang merupakan batas antara dua jalan penyeberangan binatang tersebut.

Selain itu juga, terjadi perpindahan manusia purba dari Asia ke Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya fosil Sinanthropus pekinensis dalam jumlah besar di Peking (China) yang sejenis dengan Pitecanthropus erectus dari Trinil, Ngawi, (Jawa Timur). Bukit lainnya adalah ditemukannya alat-alat pacitan di China, Burma (Myanmar) dan Malaysia. Sedangkan Homo wajakensis yang merupakan nenek moyang bangsa Austrolid pada masa Pleitosen Tengah dan Pleitosen Atas menyebar dari Asia ke selatan. Sebagian besar dari mereka sampai ke Benua Australia dan menurunkan penduduk asli Australia yaitu suku Aborigin.

2. Kala Holosen

Pada awal kala Holosen, sebagian besar es di kutub utara sudah lenyap, sehingga permukaan air laut naik lagi. Tanah-tanah rendah di daerah Paparan Sunda dan Paparan Sahul tergenang air dan menjadi laut transgresi. Dengan demikian muncullah pulau-pulau di nusantara. Manusia purba lenyap, kemudian muncul manusia cerdas (Homo sapiens) seperti manusia sekarang.


B. JENIS-JENIS MANUSIA PURBA

1. Meganthropus Paleojavanicus
       Meganthropus paleojavanicus Meganthropus paleojavanicus berasal dari kata-kata; Megan= besar, Anthropus= manusia, Paleo= tua, Javanicus= dari Jawa. Jadi bisa disimpulkan bahwa Meganthropus paleojavanicus adalah manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa. Fosil manusia purba ini ditemukan di daerah Sangiran, Jawa tengah antara tahun 1936-1941 oleh seorang peneliti Belanda bernama Von Koeningswald. Fosil tersebut tidak ditemukan dalam keadaan lengkap, melainkan hanya berupa beberapa bagian tengkorak, rahang bawah, serta gigi-gigi yang telah lepas. Fosil yang ditemukan di Sangiran ini diperkirakan telah berumur 1-2 Juta tahun.
Ciri-Ciri Meganthropus paleojavanicus:
- Mempunyai tonjolan tajam di belakang kepala.
- Bertulang pipi tebal dengan tonjolan kening yang mencolok.
- Tidak mempunyai dagu, sehingga lebih menyerupai kera.
- Mempunyai otot kunyah, gigi, dan rahang yang besar dan kuat.
- Makanannya berupa tumbuh-tumbuhan.

2. Pithecanthropus
      
Pithecanthrophus adalah jenis fosil manusia purba yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Pithecanthropus sendiri berarti manusia kera yang berjalan tegak. Paling tidak terdapat tiga jenis manusia Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia, yaitu Pithecanthrophus erectus, Pithecanthropus mojokertensis, dan Pithecanthropus soloensis. Berdasarkan pengukuran umur lapisan tanah, fosil Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia mempunyai umur yang bervariasi, yaitu antara 30.000 sampai 1 juta tahun yang lalu.
A. Pithecanthropus Erectus
ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891 di sekitar lembah sungai Bengawan Solo, Trinil, Jawa Tengah. Fosil yang ditemukan berupa tulang rahang atas, tengkorak, dan tulang kaki.

B. Pithecanthropus mojokertensis

disebut juga dengan Pithecanthropus robustus. Fosil manusia purba ini ditemukan oleh Von Koeningswald pada tahun 1936 di Mojokerto, Jawa Timur. Fosil yang ditemukan hanya berupa tulang tengkorak anak-anak.



C. Pithecanthropus soloensis
ditemukan di dua tempat terpisah oleh Von Koeningswald dan Oppernoorth di Ngandong dan Sangiran antara tahun 1931-1933. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak dan juga tulang kering.

Ciri-ciri Pithecanthropus:

-  Memiliki tinggi tubuh antara 165-180 cm.
-  Badan tegap, namun tidak setegap Meganthrophus.
-  Volume otak berkisar antara 750 – 1350 cc.
-  Tonjolan kening tebal dan melintang sepanjang pelipis.
-  Hidung lebar dan tidak berdagu.
-  Mempunyai rahang yang kuat dan geraham yang besar.
-  Makanan berupa tumbuhan dan daging hewan buruan.


3. Homo
     
Manusia purba dari genus Homo adalah jenis manusia purba yang berumur paling muda, fosil manusia purba jenis ini diperkirakan berasal dari 15.000-40.000 tahun SM. Dari volume otaknya yang sudah menyerupai manusia modern, dapat diketahui bahwa manusia purba ini sudah merupakan manusia (Homo) dan bukan lagi manusia kera (Pithecanthrupus). Di Indonesia sendiri ditemukan tiga jenis manusia purba dari genus Homo, antara lain Homo soloensis, Homo wajakensis, dan Homo floresiensis.
Tengkorak Homo floresiensis (kiri), dan manusia modern (kanan)


A. Homo soloensis
ditemukan oleh Von Koeningswald dan Weidenrich antara tahun 1931-1934 disekitar sungai bengawan solo. Fosil yang ditemukan hanya berupa tulang tengkorak.
Ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh manusia purba jenis ini antara lain:
-  volume otak antara 1000 – 1300 cc
-  tinggi badan antara 130 – 210 cm
-  muka tidak menonjol ke depan
-  serta berjalan tegap secara bipedal (dua kaki).
Homo soloensis diperkirakan pernah hidup antara 900.000 sampai 300.000 tahun yang lalu.




B. Homo wajakensis
ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1889 di Wajak, Jawa Timur. Fosil yang ditemukan berupa rahang bawah, tulang tengkorak, dan beberapa ruas tulang leher.
 Ciri-ciri Homo wajakensis antara lain:
- memiliki muka lebar dan datar; hidungnya lebar dan bagian mulutnya menonjol
- tulang tengkorak sudah membulat
- serta memiliki tonjolan yang agak mencolok di dahi.
Homo wajakensis diperkirakan hidup antara 40.000 sampai 25.000 tahun yang lalu.

C. Homo floresiensis
ditemukan saat penggalian di Liang Bua, Flores oleh tim arkeologi gabungan dari Puslitbang Arkeologi Nasional, Indonesia dan University of New England, Australia pada tahun 2003. Saat dilakukan penggalian pada kedalaman lima meter, ditemukan kerangka mirip manusia yang belum membatu (belum menjadi fosil) dengan ukurannya yang sangat kerdil. Manusia kerdil dari Flores ini diperkirakan hidup antara 94.000 dan 13.000 tahun SM.
Ciri-ciri Homo floresiensis antara lain:
- tinggi badan kurang dari 1 meter
- berbadan tegap; berjalan secara bipedal
- volume otak sekitar 417cc
- serta tidak memiliki dagu.

C. SISTEM KEPERCAYAAN MANUSIA PURBA DI INDONESIA

1. Kepercayaan Terhadap Roh Nenek Moyang

Perkembangan sistem kepercayaan pada masyarakat Indonesia berawal dari kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan. Masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, selalu hidup berpindah-pindah untuk mencari tempat tinggal yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, dalam perkembangannya, mereka mulai berdiam lama/tinggal pada suatu tempat, biasanya pada goa-goa, baik ditepi pantai maupun pada daerah pedalaman. Pada goa-goa itu ditemukan sisa-sisa budaya mereka, berupa alat-alat kehidupan. Kadang-kadang juga ditemukan tulang belulang manusia yang telah dikuburkan di dalam goa-goa tersebut. Dan hasil penemuan itu dapat diketahui bahwa pada masa itu orang sudah mempunyai pandangan tertentu mengenai kematian. Orang sudah mengenal penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal.

 

Orang mulai memiliki suatu pandangan bahwa hidup tidak berhenti setelah orang itu meninggal. Orang yang meninggal dianggap pergi ke suatu tempat yang lebih baik. Orang yang sudah meninggal masih dapat dihubungi oleh orang yang masih hidup di dunia ini dan begitu pula sebaliknya. Bahkan apabila orang yang meninggal tersebut merupakan orang yang berpengaruh maka diusahakan agar selalu ada hubungan untuk dimintai nasehat atau perlindungan, bila ada kesulitan dalam kehidupan di dunia. Inti kepercayaan terhadap roh nenek moyang terus berkembang dan zaman ke zaman dan secara umum dilakukan oleh setiap masyarakat di dunia.

 

Orang mulai berpikir bahwa orang yang meninggal berbeda dengan orang yang masih hidup. Pada orang yang meninggal ada sesuatu yang pergi, sesuatu itulah yang kemudian disebut dengan roh. Penguburan kerangka manusia di dalam goa-goa merupakan wujud penghormatan kepada orang yang meninggal, penghormatan kepada orang yang telah pergi atau penghormatan kepada roh.

 

Berdasarkan hasil peninggalan budaya sejak masa bercocok tanam berupa bangunan-bangunan megalitikum dengan fungsinya sebagai tempat-tempat pemujaan atau penghormatan kepada roh nenek moyang, maka diketahui bahwa masyarakat pada masa itu sudah menghormati orang yang sudah meninggal. Di samping itu, ditemukan pula bekal kubur. Pemberian bekal kubur itu dimaksudkan sebagai bekal untuk menuju ke alam lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha, masyarakat Indonesia telah memberikan penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek-moyang.

 


2. Kepercayaan Bersifat Animisme

Setelah kepercayaan masyarakat terhadap roh nenek moyang berkembang, kemudian muncul kepercayaan yang bersifat animisme. Animisme merupakan suatu kepercayaan masyarakat terhadap suatu benda yang dianggap memiliki roh atau jiwa.

 

Awal munculnya kepercayaan yang bersifat animisme ini didasari oleh berbagai pengalaman dan masyarakat yang bersangkutan. Misalnya, pada daerah di sekitar tempat tinggalnya terdapat sebuah batu besar. Masyarakatyang melewati batu besar itu baik siang maupun malam mendengarkeganjilan-keganjilan seperti suara minta tolong, memanggil-manggil namanya, dan lain sebagainya. Tetapi begitu dilihat, mereka tidak menemukan adanya orang yang dimaksudkan. Peristiwa ini kemudian terus berkembang, hingga masyarakat menjadi percaya bahwa batu yang dimaksudkan itu mempunyai roh atau jiwa.

 

Di samping itu, muncul suatu kepercayaan di tengah-tengah masyarakat terhadap benda-benda pusaka yang dipandang memiliki roh atau jiwa. Misalnya sebilah keris, tombak atau benda-benda pusaka lainnya. Masyarakat banyak yang percaya bahwa sebilah keris pusaka memiliki roh atau jiwa, sehingga benda-benda seperti itu dianggap dapat memberi petunjuk tentang berbagai hal yang berkembang dalam masyarakat. Kepercayaan seperti ini masih terus berkembang dalam kehidupan masyarakat hingga sekarang ini. Bahkan bukan hanya pada daerah-daerah pedesaan, melainkan juga berkembang dan dipercaya oleh masyarakat diberbagai kota.

 

Selain benda-benda tersebut di atas, terdapat banyak hal yang dipercaya oleh masyarakat yang dipandang memiliki roh atau jiwa, antara lain bangunan gedung tua, bangunan candi, pohon besar dan lain sebagainya.

 

3 Kepercayaan Bersifat Dinamisme

Kepercayaan dinamisme mengalami perkembangan yang tidak jauh berbeda dengan kepercayaan animisme. Dinamisme merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap banda memiliki kekuatan gaib. Sejak berkembangnya kepercayaan terhadap roh nenek moyang pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam, maka berkembang pula kepercayaan yang bersifat dinamisme. Perkembangan kepercayaan dinamisme ini, juga didasari oleh suatu pengalaman dan masyarakat bersangkutan. Pengalaman-pengalaman itu terus berkembang secara turun temurun dan generasi ke generasi hingga sekarang mi. Misalnya, sebuah batu cincin dipandang mempunyai kekuatan untuk melemahkan lawan. Sehingga apabila batu cincin itu dipakai, maka lawan-lawannya tidak akan sanggup menghadapinya.

 

Selain itu terdapat pula benda pusaka seperti keris atau tombak yang dipandang memiliki kekuatan gaib untuk memohon turunnya hujan, apabila keris itu ditancapkan dengan ujungnya menghadap ke atas akan dapat menurunkan hujan. Kepercayaan seperti ini mengalami perkembangan, dan bahkan hingga sekarang ini masih tetap dipercaya oleh sebagian masyarakat.

 



4 Kepercayaan Bersifat Monoisme

Kepercayaan monoisme adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman dan masyarakat. Melalui pengalaman itu, pola pikir manusia berkembang. Manusia mulai berpikir terhadap apa-apa yang dialaminya, kemudian mempertanyakan siapakah yang menghidupkan dan mematikan manusia???.., siapakah yang menghidupkan tumbuh-tumbuhan??.., siapakah yang menciptakan binatang-binatang??.., bulan dan matahari??.. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini terus dipikirkan oleh manusia, sehingga muncul suatu kesimpulan bahwa, di luar dirinya ada suatu kekuatan yang maha besar dan yang tidak tertandingi oleh kekuatan manusia. Kekuatan itu adalah kekuatan dan Tuhan Yang Maha Esa.

 

D.  PENINGGALAN KEBUDAYAAN MANUSIA PURBA DI INDONESIA

********** ZAMAN BATU **********

 

Zaman batu dikenal sebelum zaman logam, alat-alat kebudayaan dibuat dari bahan batu selain itu juga mereka menggunakan kayu dn tulang. Zaman batu dibagi menjadi 4 bagian lagi antara lain : 

1.      Zaman Batu Tua (palaeotikum)

2.      Zaman Batu Tengah (Mesolithikum)

3.      Zaman Batu Muda (Neolithikum)

4.      Zaman Batu Besar (Neolithikum)

·         Zaman Batu Tua (palaeotikum)

 Zaman batu tua disebut demikian karena alat-alat yang digunakan yang terbuat dari batu masih dikerjakan secara kasar atau belum diasah dan dipolis. pPada zaman ini kebudayaan masyarakatnya masih berpindah-pidah untuk mencari makanan atau biasa disebut food garthering dan masih belum mengenal cara bercocok tanam.

 


Terdapat 2 kebudayaan pada zaman ini yaitu :

·         Kebudayaan Pacitan (Pithecanthropus)

·         Kebudayaan Ngandong, Blora (Homo WajaKinensis dan Homo Soloensis)

Alat-alat yang dihasilkan antara lain: kapak genggam/perimbas (golongan chopper/pemotong), Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa dan Flakes dari batu Chalcedon (untuk mengupas makanan). 

·         Zaman Batu Tengah (Mesolithikum)

Ciri zaman Mesolithikum:

1.      Nomaden dan masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan)

2.      Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni masih merupakan alat-alat batu kasar.

3.      Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken Mondinger (sampah dapur)

4.      Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak pendek (hache Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari batu kali yang dibelah.

5.      Alat-alat diatas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Flores.

6.      Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa Timur yang disebut Abris Sous Roche antara lain: Flakes (Alat serpih),ujung mata panah, pipisan, kapak persegi dan alat-alat dari tulang.

Kebudayaan alat zaman Mesolithikum:

1.      Pebble-Culture (alat kebudayaan kapak genggam dari Kjoken Mondinger)

2.      Bone-Culture (alat kebudayaan dari Tulang)

3.      Flakes Culture (kebudayaan alat serpih dari Abris Saus Roche)

Manusia pendukung kebudayaan Mesolithikum adalah bangsa Papua--Melanosoid 

·         Zaman Batu Muda (Neolithikum)

Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan manusia sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Alat-alat yang dihasilkan antara lain:

1.      Kapak persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan,

2.      Kapak batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa,

3.      Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa,

4.      Pakaian dari kulit kayu

5.      Tembikar (periuk belaga) ditemukan di Sumatera, Jawa, Melolo (Sunda)

Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia (Khamer-Indocina) 

·         Zaman Batu Besar (Megalithikum)

Zaman ini disebut juga sebagai zaman megalithikum. Hasil kebudayaan Megalithikum, antara lain:

1.      Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang. 

2.      Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang 

3.      Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup) 

4.      Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat 

5.      Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup 

6.      Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka

******** ZAMAN LOGAM ********

 

Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam ini dibagi atas:  

·         Zaman Perunggu

Pada zaman perunggu atau yang disebut juga dengan kebudayaan Dongson-Tonkin Cina (pusat kebudayaan) ini manusia purba sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras.

 

    Alat-alat perunggu pada zaman ini antara lain :

1.      Kapak Corong (Kapak perunggu, termasuk golongan alat perkakas) ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa-Bali, Sulawesi, Kepulauan Selayar, Irian

2.      Nekara Perunggu (Moko) sejenis dandang yang digunakan sebagai maskawin. Ditemukan di Sumatera, Jawa-Bali, Sumbawa, Roti, Selayar, Leti

3.      Benjana Perunggu ditemukan di Madura dan Sumatera.

4.      Arca Perunggu ditemukan di Bang-kinang (Riau), Lumajang (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa Barat)

·         Zaman Besi


Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C.

 

Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain:

·         Mata Kapak bertungkai kayu

·         Mata Pisau

·         Mata Sabit

·         Mata Pedang

·         Cangkul

Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur)

 

Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah.

 

Antara zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalitikum, yaitu kebudayaan yang menggunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalitikum justru pada zaman logam.

E. JENIS RAS MASYARAKAT INDONESIA

1)     RAS AUSTRO MELANOSOID
- Rambut keriting
- Bibir tebal
- Kulit hitam
( Penduduk pulau Papua, Kai, dan Aru )

2)      RAS NEGROID
- Rambut keriting
- Perawakan kecil
- Kulit hitam
( Semenanjung Malaya, dan di Pulau Andaman )

3)     RAS WEDDOID
- Perawakan kecil
- Kulit sawo matang
- Rambut berombak
( Siak, Kubu(Jambi), Enggano(Mentawai), Toala Tokea, Tomuna )

4)     RAS MELAYU MONGOLOID
- Rambut ikal/lurus
- Wajah bulat

a) Golongan Melayu Tua ( Proto Melayu )
    suku Batak & Dayak
b) Golongan Melayu Muda ( Deutero Melayu )
     suku Jawa, Bali, Madura, & Banjar

 

 

F. PERSEBARAN DAN PERKEMBANGAN MANUSIA INDONESIA

1. Bangsa Proto Melayu

Proto Melayuatau Melayu Tua adalah istilah untuk Melayu "gelombang" pertama dari dua "gelombang" migrasi yang dulu diperkirakan terjadi dalam pendudukan Nusantara oleh penutur bahasa Austronesia. Menurut teori "dua gelombang" ini, termasuk Melayu Tua di Indonesia adalah Toraja (Sulawesi Selatan), Sasak (Lombok), Dayak (Kalimantan Tengah), Batak (Sumatera Utara), Nias (pantai barat Sumatera Utara), Rejang, dll. Sekitar tahun 2.000 SM diduga bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) telah tiba di Kepulauan Nusantara. Bangsa yang pertama kali datang ke Indonesia menjadi pembawa kebudayaan neolithikum dalam dua cabang persebaran. Cabang pertama yaitu bangsa yang membawa kebudayaan kapak lonjong yang disebut sebagai ras Papua-Melanosoid. Arah persebarannya dari Yunnan lewat Filipina, kemudian ke Sulawesi Utara, Maluku, dan ada yang sampai ke Irian.

 

Sedangkan cabang yang kedua adalah bangsa Proto Melayu yang disebut ras Austronesia. Arah gelombang cabang yang kedua ini dimulai dari Yunnan kemudian ke Malaya, Sumatera,

Jawa, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Jenis kebudayaan yang mereka bawa berupa kapak persegi.


2. Bangsa Deutero Melayu

Sekitar tahun 500 SM bangsa Deutero Melayu (Melayu Muda) tiba di Kepulauan Nusantara. Mereka datang membawa kebudayaan logam yang berasal dari Dongson, di Vietnam Utara. Benda-benda logam yang mereka bawa di antaranya berupa nekara, candrasa, bejana perunggu, manik-manik, arca dan sebagainya. Rute persebaran nenek moyang dari kelompok

 

Melayu Muda ini dimulai dari daratan Asia ke Thailand, Malaysia Barat, lalu menuju tempat-tempat di Kepulauan Nusantara. Bangsa yang tiba pada gelombang terakhir ini masih tergolong ras Austronesia. Nenek moyang kita dari ras Papua- Melanesoid, Austronesia, dan sisa ras Austro-Melanesoid lantas melahirkan bermacam-macam suku bangsa yang tersebar di seluruh pelosok wilayah Nusantara seperti sekarang ini. Agar lebih jelas bagaimana persebaran nenek moyang bangsa Indonesia, perhatikan tabel berikut!

Kedatangan Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Gelombang
Suku Bangsa
Jalur Kedatangan
Peninggalan
Kebudayaan
Keturunan
Pertama
Proto Melayu
(Melayu Tua)
Masuk ke Indonesia sekitar tahun 2000 SM. Ras
Austromelanesoid
  • Dari Cina Selatan lewat Taiwan, lalu menyebar ke Sulawesi, Maluku, dan Papua.
  • Dari Cina Selatan lewat Semenanjung Malaysia, masuk Sumatera, lalu menyebar ke Kalimantan, Jawa terus ke Bali dan Nusa Tenggara
Kapak Lonjong
 
 
 
 
 
 
Kapak Persegi
Suku Toraja





Suku Nias,
Dayak, Sasak,
dan Batak
Kedua
Deutro Melayu
(Melayu Muda)
Masuk ke Indonesia
sekitar tahun 500
SM.Ras Mongoloid
  • Dari Cina Selatan lewat Thailand dan Malaysia lalu menyebar sepanjang daerah pantai Indonesia
Perhiasan, nekara,
kapak corong,
chandrasa, dan
moko.
Suku Minang,
Bugis, Jawa,
Bali.

















                           BAB III

A. PERKEMBANGAN HINDU-BUDDHA DI ASIA SELATAN


A.            Munculnya Agama dan Kebudayaan Hindu di India 

            Pada sekitar tahun 1500 SM bangsa Arya memasuki India dibagian barat laut, lalu melalui celah Kaiber (Kaiber Pass) ke Mohenjodaro dan Harappa. Bangsa Arya merupakan bagian dari ras Indo-jerman yang memiliki ciri-ciri fisik, badan tinggi berkulit putih dan berhidung mancung. Sesampainya di Punjab (india) bangsa Arya berhasil menaklukkan bangsa pendatang pertama yakni Bangsa Dravida yang mendiami India bagian selatan. Bangsa Dravida disebut juga Anasah yang berarti berhidung pesek dan Dasa yang berarti raksasa memiliki ciri-ciri fisik badan pendek, kulit hitam dan berhidung pesek.

Untuk mempertahankan kedudukannya sebagai bangsa pendatang, bangsa Arya mengenalkan dan mengembangkan sistem kepercayaan dan sistem kemasyarakatan yang dimilikinya kepada bangsa Dravida. Awalnya bangsa Arya bermata pencaharian sebagai peternak kemudian setelah menetap mereka hidup bercocok tanam. Disisi lain bangsa Arya menganggap rendah bangsa Dravida karena mereka beranggapan fisiknya lebih baik dari pada bangsa Dravida. Bahkan mereka tidak mau mencampurkan ras mereka dengan bangsa Dravida, bahkan ada bangsa Dravida yang menyingkir ke selatan Pegunungan Vindhya, Namun pada akhirnya ras mereka tercampur juga melalui hasil pernikahan diantara keduanya.

Kedatangan bangsa Arya merupakan titik awal perubahan sosial masyarakat India. Sejak kedatangannya, bangsa Arya mulai memperkenalkan dan mewariskan peradaban baru yang disebut dengan Weda yang berarti Pengetahuan. Weda merupakan dasar kepercayaan agama Hindu. Selain mewariskan peradaban baru bangsa Arya juga mewariskan bahasa Sansekerta.

Bahasa Sansekerta menurut D.D. Kosambi termasuk dalam kategori bahasa Arya. Bahasa Sansekerta sendiri merupakan bahasa suci agama Hindu. Pada mulanya Agama Hindu tidak bernama melainkan hanya berupa sebuah kepercayaan yang berpangkal dari alam pikiran yang bersumber dari kitab Weda. Agama ini mulai bernama Hindu ketika muncul agama-agama baru agar dapat membedakan dengan agama baru tersebut.

Bangsa Arya mempunyai kepercayaan untuk memuja banyak Dewa (Polytheisme), dan kepercayaan bangsa Arya tersebut berbaur dengan kepercayaan asli bangsa Dravida yang masih memuja roh nenek moyang. Oleh karena itu, Agama Hindu yang berkembang sebenarnya merupakan sinkretisme (percampuran) antara kebudayaan dan kepercayaan bangsa Arya dan bangsa Dravida.

Selain itu, istilah Hindu diperoleh dari nama daerah asal penyebaran agama Hindu yaitu di Lembah Sungai Indus/ Sungai Shindu/ Hindustan yang artinya air suci (Marutha, 2004:10) sehingga disebut agama dan kebudayaan Hindu . Terjadi perpaduan antara budaya Arya dan Dravida yang disebut Kebudayaan Hindu (Hinduisme). Daerah perkembangan pertamanya terdapat di lembah Sungai Gangga, yang disebut Aryavarta (Negeri bangsa Arya) dan Hindustan (tanah milik bangsa Hindu).

Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam agama Hindu.

Agama Hindu adalah agama yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks di bidang Astronomi, ilmu pertanian, ilmu filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. metode dan misi penyebarannya belum banyak dimengerti.

Sebagai Contoh: "Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan,serta merugikan agama hindu".

Disamping itu di kalangan umat Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-pemahaman yang kurang tepat atas ajaran agama yang dipahami dan diamalkan. Demikianlah tujuan penulisan ini adalah untuk membantu meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang serta pengertian yang belum jelas dari hal yang sebenarnya terhadap agama Hindu.

Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap  Dewa-dewa tetapi metode dan misi penyebarannya belum banyak dimengerti.

Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam agama Hindu.Sebagai Contoh: "Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan,serta merugikan agama hindu".

B.            Proses Perkembangan Agama dan Kebudayaan Hindu di India.

Perkembangan agama Hindu di India berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Dengan di bagi menjadi empat periode yaitu:

a). Zaman Weda

Weda berasal darikata Vid yang Artinya mengetahui. Weda merupakan sastra tertua di  dunia yang pengaruhnya sangat penting bagi perkembangan agama Hindu. Zaman weda meliputi zaman Weda Kuno, zaman Brahmana dan zaman Upanisad.

·     Zaman Weda Kuno

yaitu periode zaman weda kuno bisa dikatakan pula sebagai awal kedatangan bangsa Arya di Lemba Sungai Indus sekitar 1500 SM. Dalam masa pertama priode ini system kepercayaan beraliran politeisme yakni sistem kepercayaan terhadap banyak dewa, di antaranya ialah :

a.         Dewa Agni      : Merupakan Dewa Api

b.         Dewa Wayu    : Merupakan Dewa Angin

c.         Dewa Marut    : Merupakan Dewa Angin Ribut

d.         Dewa Surya    : Merupakan Dewa Matahari

e.         Dewa Candra  : Merupakan Dewa Bulan

f.          Dewa Waruna : Merupakan Dewa Angkasa

g.         Dewa Parjanya: Merupakan Dewa Hujan

h.         Dewa Indra     : Merupakan Dewa Perang

i.          Dewa Aswin   : Merupakan Dewa Kembar/Kesehatan

j.          Dewa Usa       : Merupakan Dewa Fajar

Namun Dalam memuja Dewa di anggap sebagai satu dewa saja yakni monotheisme (percaya akan satu Tuhan) seakan tidak adanya pemujaan terhadap dewa yang lain oleh karena itu di sebut Henotheisme. Zaman Weda Kuno kemudian dilanjutkan dengan Weda Belakang yaitu zaman penulisan dan penghimpunan Wahyu Weda lainnya, yaitu Sama Weda, Yayur Weda dan Athara Weda.

·           Zaman Brahmana

Merupakan zaman perkembangan weda yang berpusat pada kehidupan keagamaan yang berupa ritual-ritual upacara atau persembahan (sesaji) kepada keyakinan mereka. Di zaman ini kedudukan Brahmana sangat penting karena tanpa adanya Brahmana maka upacara yang kebanyakan dengan persembahan terhadap dewa tidak bisa dilaksanakan dan tanpa sesaji dewa tidak dapat hidup.

·           Zaman Upanisad

ditandai dengan munculnya kitab Upanisad. Dimana kehidupan agama di zaman ini berpangkal pada filosofi atau kerohanian. Di zaman terdapat pengetahuan batin sehingga dapat membuka takbir alam ghaib. Konsepsi terdapat keyakinan pada panca Sraddha yaitu Brahman, Atman, Karman, Samsara dan Moksa. Demikian konsepsi tujuh hidup yang di sebut Parusartha yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa pada zaman ini di formulasi dengan Jelas. Karma ialah perbuatan baik-buruk dari manusia ketika hidup di dunia yang menentukan kehidupan berikutnya. Moksa ialah tingkatan hidup tertinggi yang terlepas dari ikatan keduniawian atau terbebas dari reinkarnasi.

b). Zaman Wira Carita

Zaman ini meliputi masa perkembangn kitab-kitab Upanisad disertai munculnya kitab Wira Carita Ramayana dan Mahabarata sebagai unsure contoh sikap yang baik dan benar.

c). Zaman Sutra

Zaman ini ditandai dengan munculnya kitab-kitab Sutra yang memuat penjelasan uraian dan komentar terhadap Weda dan Mantra, seperti Kalpasutra (kitab penuntun sesaji).

d). Zaman Scolastik

Zaman ini ditandai dengan lahirnya pemikiran-pemikiran besar seperti Sankara, Ramanuja, Madhwa dan lain-lain.

 

C.            AJARAN, DEWA, KITAB SUCI dan SISTEM KASTA

Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yaitu:

·           Brahman yaitu percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya

·           Atman yaitu percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk

·           Karmaphala yaitu percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan.

·           Samsara yaitu percaya dengan adanya proses kelahiran semula (kelahiran semula).

·           Moksa yaitu  percaya bahawa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia.

Dalam ajaran agama Hindu dikenal 3 dewa utama, yaitu:

a)      Brahma sebagai dewa pencipta segala sesuatu.

b)     Wisnu sebagai dewa pemelihara alam.

c)      Siwa sebagai dewa perusak.

Ketiga dewa tersebut dikenal dengan sebutan Tri Murti.

Kitab suci agama Hindu disebut Weda (Veda) artinya pengetahuan tentang agama. Pemujaan terhadap para dewa-dewa dipimpin oleh golongan pendeta/Brahmana. Ajaran ritual yang dijadikan pedoman untuk melaksanakan upacara keagamaan yang ditulis oleh para Brahmana disebut kitab Veda/Weda.

Kitab Weda terdiri atas  4 bagian, yaitu:

·      RegWeda, berisi tentang ajaran-ajaran Hindu, merupakan kitab tertua (1500-900 SM) kira-kira muncul saat bangsa Aria ada di Punjab.

·      YajurWeda, berisi doa-doa yang dibacakan waktu diselenggarakan upacara agama, lahir saat bangsa Aria menguasai daerah Gangga Tengah.

·      SamaWeda, berisi nyanyian puji-pujian yang wajib dinyanyikan saat diselenggarakan upacara agama.

·      AtharwaWeda, berisi kumpulan mantera-mantera gaib, doa-doa untuk menyembuhkan penyakit. Doa/mantra muncul saat bangsa Arya menguasai Gangga Hilir.

                              Selain itu terdapat kitab-kitab sebagai berikut.

§  Kitab Brahmanas berisi pedoman ritual keagamaan bagi para Brahmana. Kitab Brahmana merupakan tafsir dari kitab Weda

§  Upanishad berisi khotbah-khotbah gaib. Kitab Upanisad berisi ajaran tentang cara-cara  menghindarkan diri dari samsara.

§  Aranyakas berisi kitab untuk para pertapa.

Om merupakan simbol agama Hindu jika diucapkan secara sangat sakral sama saja dengan berdoa itu sendiri.

Selain itu, Hindu mengenal pembagian masyarakat atas kasta-kasta tertentu yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Pembagian tersebut didasarkan pada tugas atau pekerjaan mereka, yaitu :

§  Brahmana bertugas mengurus soal kehidupan keagamaan, terdiri dari para pendeta.

§  Ksatria berkewajiban menjalankan pemerintahan termasuk pertahanan Negara, terdiri dari raja dan keluarganya, para bangsawan, dan prajurit.

§  Waisya bertugas berdagang, bertani, dan berternak, terdiri dari para pedagang.

§  Sudra bertugas sebagai petani/ peternak, para pekerja/buruh/budak, merupakan para pekerja kasar.

Di luar kasta tersebut terdapat kasta Paria terdiri dari pengemis dan gelandangan. Perkawinan antar kasta dilarang dan jika terjadi dikeluarkan dari kasta dan masuk dalam golongan kaum Paria seperti bangsa Dravida. Paria disebut juga Hariyan dan merupakan mayoritas penduduk India.

Pembagian kasta muncul sebagai upaya pemurnian terhadap keturunan bangsa Aria sehingga dilakukan pelapisan yang bersumber pada ajaran agama. Pelapisan tersebut dikenal dengan Caturwangsa/Caturwarna, yang berarti empat keturunan/ empat kasta. Pembagian kasta tersebut didasarkan pada keturunan.


2.        AGAMA BUDHA

A.           Munculnya Agama dan Kebudayaan Budha di India

Pada awalnya agama Budha ini bukan suatu agama melainkan satu paham baru dalam agama Hindu yang lahir karena tidak menyukai kedudukan Istimewa kasta Brahmana. Agama Budha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, agama budha menolak adanya hak-hak istimewa. Karena dengan adanya hak-hak istimewa tersebut dirasa telah menyulitkan dan menghambat masyarakat awam untuk mencapai moksa.

Oleh karena itu muncullah ajaran praktis yang dapat dilaksanakan semua kalangan masyarakat yaitu Budhisme yang disebar luaskan oleh Sidharta Gautama.

Sejarah agama Budha di mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dan merupakan  salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Agama Budha berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dsb.

Menurut tradisi Budha, tokoh historis Budha Siddharta Gautama dilahirkan dari suku Sakya pada awal masa Magadha 546–324 SM, di sebuah kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota ini terletak di Nepal sebelah selatan. Ia juga dikenal dengan nama Sakyamuni (harafiah: orang bijak dari kaum Sakya"). Setelah kehidupan awalnya yang penuh kemewahan di bawah perlindungan ayahnya, raja Kapilawastu (kemudian hari digabungkan pada kerajaan Magadha), Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-hari dan menarik kesimpulan bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya adalah kesengsaraan yang tak dapat dihindari.

Siddharta kemudian meninggalkan kehidupan mewahnya yang tak ada artinya lalu menjadi seorang pertapa. Kemudian ia berpendapat bahwa bertapa juga tak ada artinya, dan lalu mencari jalan tengah (majhima patipada ). Jalan tengah ini merupakan sebuah kompromis antara kehidupan berfoya-foya yang terlalu memuaskan hawa nafsu dan kehidupan bertapa yang terlalu menyiksa diri. Di bawah sebuah pohon bodhi, ia berkaul tidak akan pernah meninggalkan posisinya sampai ia menemukan Kebenaran.

Pada usia 35 tahun, ia mencapai Pencerahan. Pada saat itu ia dikenal sebagai Gautama Budha, atau hanya "Budha" saja, sebuah kata dalam Sanskerta yang berarti "ia yang sadar" (dari kata budh+ta). Untuk 45 tahun selanjutnya, ia menelusuri dataran Gangga di tengah India (daerah mengalirnya sungai Gangga dan anak-anak sungainya), sembari menyebarkan ajarannya kepada sejumlah orang yang berbeda-beda. Keengganan Budha untuk mengangkat seorang penerus atau meresmikan ajarannya mengakibatkan munculnya banyak aliran dalam waktu 400 tahun selanjutnya: pertama-tama aliran-aliran mazhab Budha Nikaya, yang sekarang hanya masih tersisa Theravada, lalu terbentuknya mazhab Mahayana, sebuah gerakan pan-Budha yang didasarkan pada penerimaan kitab-kitab baru.

 

B.  Proses Perkembangan Agama dan Kebudayaan Budha di India

1.                   Tahap Awal 

Sebelum disebarkan di bawah perlindungan maharaja Asoka pada abad ke-3 SM, agama Budha kelihatannya hanya sebuah fenomena kecil saja, dan sejarah peristiwa-peristiwa yang membentuk agama ini tidaklah banyak tercatat. Dua sidang umum pembentukan dikatakan pernah terjadi, meski pengetahuan kita akan ini berdasarkan catatan-catatan dari kemudian hari. Konsili-konsili (juga disebut pasamuhan agung) ini berusaha membahas formalisasi doktrin-doktrin Buddhis, dan beberapa perpecahan dalam gerakan Budha.

2.      Abad ke-5 SM

                 Konsili pertama Budha diadakan tidak lama setelah Budha wafat di bawah perlindungan  raja Ajatasattu dari Kekaisaran Magadha, dan dikepalai oleh seorang rahib bernama Mahakassapa di Rajagaha (sekarang disebut Rajgir).

Tujuan konsili ini adalah untuk menetapkan kutipan-kutipan Budha (sutta (Budha)) dan mengkodifikasikan hukum-hukum monastik (vinaya): Ananda, salah seorang murid utama Budha dan saudara sepupunya, diundang untuk meresitasikan ajaran-ajaran Budha, dan Upali, seorang murid lainnya, meresitasikan hukum-hukum vinaya. Ini kemudian menjadi dasar kanon Pali, yang telah menjadi teks rujukan dasar pada seluruh masa sejarah agama Budha.

3.          Tahun 383 SM

Konsili kedua Budha diadakan oleh raja Kalasoka di Vaisali, mengikuti konflik-konflik antara mazhab tradisionalis dan gerakan-gerakan yang lebih liberal dan menyebut diri mereka sendiri kaum Mahasanghika.

Mazhab-mazhab tradisional menganggap Budha adalah seorang manusia biasa yang mencapai pencerahan, yang juga bisa dicapai oleh para bhiksu yang mentaati peraturan monastik dan mempraktekkan ajaran Budha demi mengatasi samsara dan mencapai arhat.

Namun kaum Mahasanghika yang ingin memisahkan diri, menganggap ini terlalu individualistis dan egois. Mereka menganggap bahwa tujuan untuk menjadi arhat tidak cukup, dan menyatakan bahwa tujuan yang sejati adalah mencapai status Buddha penuh, dalam arti membuka jalan paham Mahayana yang kelak muncul. Mereka menjadi pendukung peraturan monastik yang lebih longgar dan lebih menarik bagi sebagian besar kaum rohaniwan dan kaum awam (itulah makanya nama mereka berarti kumpulan "besar" atau "mayoritas").

Konsili ini berakhir dengan penolakan ajaran kaum Mahasanghika. Mereka meninggalkan sidang dan bertahan selama beberapa abad di Indian barat laut dan Asia Tengah menurut prasasti-prasasti Kharoshti yang ditemukan dekat Oxus dan bertarikh abad pertama.

4.  Dakwa Asoka (+/- 260 SM)

Maharaja Asoka dari Kekaisaran Maurya (273–232 SM) masuk agama Budha setelah menaklukkan wilayah Kalingga (sekarang Orissa) di India timur secara berdarah. Karena menyesali perbuatannya yang keji, sang maharaja ini lalu memutuskan untuk meninggalkan kekerasan dan menyebarkan ajaran Budha dengan membangun stupa-stupa dan pilar-pilar di mana ia menghimbau untuk menghormati segala makhluk hidup dan mengajak orang-orang untuk mentaati Dharma. Asoka juga membangun jalan-jalan dan rumah sakit-rumah sakit di seluruh negeri. Periode ini menandai penyebaran agama Budha di luar India.

Menurut prasasti dan pilar yang ditinggalkan Asoka (piagam-piagam Asoka), utusan dikirimkan ke berbagai negara untuk menyebarkan agama Budha, sampai sejauh kerajaan-kerajaan Yunani di barat dan terutama di kerajaan Baktria-Yunani yang merupakan wilayah tetangga. Kemungkinan besar mereka juga sampai di daerah Laut Tengah menurut prasasti-prasasti Asoka.  


C.
           KITAB SUCI AGAMA BUDHA

Ajaran agama Budha dibukukan dalam kitab Tripitaka (dari bahasa Sansekerta Tri artinya tiga dan pitaka artinya keranjang). Kitab Tripitaka terdiri atas 3 kumpulan tulisan, yaitu :

1. Sutta (Suttanata) Pitaka berisi kumpulan khotbah, pokok-pokok atau dasar ajaran sang Budha.

2. Vinaya Pitaka berisi kodefikasi aturan-aturan yang berkenaan dengan kehidupan pendeta atau segala macam peraturan dan hukum yang menentukan cara hidup para pemeluknya.

3. Abhrdharma Pitaka berisi filosofi (falsafah agama), psikologi, klasifikasi, dan sistematisasi doktrin.




D.           KOTA SUCI

Ada 4 tempat yang dianggap suci oleh umat Budha karena berhubungan dengan kehidupan Sidharta. Keempat tempat tersebut adalah sebagai berikut :

1.      Taman Lumbini di Kapilawastu sebagai tempat kelahiran Sidharta (563 SM). Sementara itu masa kecil Sidharta di lewatkan di daerah Kapilawastu tersebut.

2.      Bodh Gaya sebagai tempat Sidharta menerima penerangan agung.

3.      Benares (Taman Rusa) sebagai tempat Sidharta pertama kali mengajarkan ajarannya.

4.      Kusinegara merupakan tempat wafat Sidharta (482 SM)

                                                            Peristiwa kelahiran, menerima penerangan agung dan kematian Sidharta terjadi pada tanggal yang bersamaan yaitu waktu bulan purnama pada bulan Mei. Sehingga ketiga peristiwa tersebut dirayakan umat Buddha sebagai Triwaisak.


E.
            AJARAN SANG BUDHA

Budha mengajarkan 4 kenyataan dalam hidup, yaitu bahwa:

1.                   Hidup merupakan samsara

2.                   Samsara disebabkan oleh nafsu yang menguasai manusia

3.                   Samsara dapat dihilangkan dengan menghilangkan nafsu

4.                   Untuk menghilangkan nafsu, ditempuh delapan jalur kebenaran.

Delapan Jalan Kebenaran :

- Mempunyai pandangan yang benar        - Punya penghidupan yang benar

- Mempunyai niat yang benar                   - Berusaha yang benar

- Berbicara yang benar                              - Memperhatikan hal-hal yng benar

- Berbuat yang benar                                - Bersemadi yang benar

Tiga Kebaktian (Tri Dharma)dalam agama Buddha :

1.                   Berbakti kepada Sang Buddha

2.                   Berbakti kepada ajaran-ajarannya

3.                   Berbakti kepada Sanggha (jemaat Perkumpulan)

Tridharma jika diucapkan oleh seseorang yang mau masuk agama budha adalah sebagai berikut.

1). Saya mencari perlindungan pada Budha

2). Saya mencari perlindungan pada Dharma

3). Saya mencari perlindungan pada Sanggha

Selain Tridarma dalam agama Buddha dikenal juga Triratna yang berarti tiga mutiara, terdiri dari :

Budha, yaitu Sidharta yang telah dianggap sebagai dewa

Dharma, yaitu kewajiban yang harus ditaati oleh umat Budha.

Sanggha, yaitu aturan/ perkumpulan dalam agama Budha


F.
            PERKEMBANGAN dalam AGAMA BUDHA

Perkembangan Agama Budha mencapai puncaknya kejayaannya pada masa pemerintahan raja Ashoka dari Dinasti Maurya. Ia mampu menjadikan ¾ wilayah India menganut agama Budha dan Ia menetapkan agama Budha sebagai agama resmi negara. Perkembang agama Budha saat itu cepat serta dapat diterima masyarakat India. Selain faktor utama ini terdapat juga faktor pendukung diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Penyebaran agama Budha dilakukan dengan mengunakan bahasa rakyat sehari-hari seperti bahasa Prakrit, dan bukan bahasa Sansekerta yang hanya dikuasai dan dimengerti oleh kaum Brahmana.

2.      Ajaran agama Budha dapat diterima/ dianut dan disebarkan pada siapapun tidak hanya pada golongan tertentu sehingga dapat disebut ajaran Sidharta ini bersifat non-eksklusif.

3.      Dalam agama Budha tidak dikenal adanya sistem kasta sebab sistem ini dipandang akan membedakan masyarakat atas harkat dan martabatnya. Sehingga dalam Budha laki-laki ataupun perempuan, miskin atupun kaya sama saja semuanya punya hak yang sama dalam kehidupan ini.

 

B. PROSES MASUK DAN BERKEMBANG NYA AGAMA SERTA KEBUDAYAAN HINDU-BUDDH DI INDONESIA

 

Penyiaran agama Buddha di Indonesia lebih duluan dari pada agama Hindu. Hal itu disebabkan karena agama Buddha yang terbuka untuk semua orang dan mempunyai misi penyiaran agama yang disebut dharmadhuta. Dharma ialah apa yang menjadi kewajiban atau beban manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam agama Buddha, dharma dipakai dalam arti ajaran-ajaran Buddha, dharma dipakai dalam arti ajaran-ajaran Buddha. Sedangkan Dhuta ialah orang yang menyebarkan. Diperkiran sejak abad ke-2, ajaran agama Buddha mulai ada di Indonesia. Dibuktikannya dengan penemuan Arca Buddha di daerah Sembaga( Sulewesi Selatan) dan ditemukannya Arca Buddha Perunggu di daerah Jember. Patung-patung itu berlanggam Amarawati, akan tetapi belum diketahui siapa yang membawa dari India Selatan ke Indonesia. Selain itu ditemukan Arca Buddha dari batu di daerah Palembang.pada masa Kerajaan Mataram kuno dan Sriwijaya.

Ada beberapa teori yang memperkuat atau menjelaskan tentang penyebaran agama Hindu di Indonesia, antara lain sebagai berikut :


a) Hipotesa Waysa
Teori ini dikemukakan oleh sejarawan N.J Krom. Ia menyatakan bahwa penyebara agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh para pedagang yang berkasta waisya yang menetap di Indonesia, bahkan banyak di antara mereka yang menikah dengan orang Indonesia. Hipotesa ini juga didasarkan pada adanya usaha pedagang India ke Asia Tenggara yna di dukung juga dengan pelayaran para penutur Austronesia kre Indonesia yang telah dimulai sejak beberapa abad pertama masehi. Menjelang abad kelima masehi, beberapa jalur perdagangan berkembang sehingga menghubungkan kepulauan Indonesia dengan India. Awal perdagangan atau perniagaan India ini terjadi dibeberapa wilayah Barat, yang man wilyah ini merupakan negeri- negeri perdagangan sejak abad kedua masehi, seperti Champa, Funan, Sumatra, jawa bagian Barat serta Bali. Hal ini dibuktikan oleh penemuan arkeologis baru berupa tembikar India di sembiran, Bali.


b) Hipotesa Brahmana
Teori ini dikemukakan Jc. Van Leur. Menurutnya agama Hindu dan Buddha yang menjadi dasar kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia ini hamper pasti dibawa masuk ke Indonesia oleh Brahmana dan pemeluk Buddha yang terpelajar. Tapi ada juga dalam sumber lain yang menyatakan bahwa teori ini dikemukakan oleh FDK.Bosch. Para Brahmana ini diundang oleh para penguasa nusantara untuk memperkuat kekuasaan mereka dengan upacara keagamaan dan pendirian bangunan yang berarsitektur peradaban besar di dunia. Bahkan melalui para Brahmanalah kosakata bahasa Sanskerta diperkenalkan ke dalam bahsa-bahasa Austronesia.


c) Hipotesa Ksatria
Hipotesa ini dikemukakan oleh F.D.Bosch dan Majundar. Dalam teori ini dikatakan bahwa agama Hindu-Buddha di Indonesia dibawa oleh golongan Prajurit(kelompok Istana). Ternyata para Ksatria India ini mendirikan Koloni di Indonesia maupun di Asia Tenggara, dan disamping melakukan penaklukan, para Ksatria ini juga menyebarkan Hinduisme. Dalam sumber lain dikatakan bahwa hipotesa ini juga dikemukan oleh C.C Berg.



 d) Teori Arus Balik
teori arus balik ini dikatakan bahwa adanya hubungan timbal balik antara Indonesia dan India dalam bidang perdagangan, yang mana pedagang Indonesia banyak mendatangi tempat-tempat penting di India beserta pusat kebudayaannya. Setelah pulang dari India, Disamping membawa barang dagangan, mereka juga membawa anasir-anasir budaya luar, dan menyebarkan Hinduisme.


                          BAB IV

A. KERAJAAN KUTAI

Kerajaan Kutai (Kutai Martadipura) adalah kerajaan bercorak hindu yang terletak di muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam. Kerajaan Kutai berdiri sekitar abad ke-4. Nama kerajaan ini disesuaikan dengan nama daerah tempat penemuan prasasti, yaitu daerah Kutai. Hal ini disebabkan, karena setiap prasasti yang ditemukan tidak ada yang menyebutkan nama dari kerajaan tersebut. Wilayah Kerajaan Kutai mencakup wilayah yang cukup luas, yaitu hampir menguasai seluruh wilayah Kalimantan Timur. Bahkan pada masa kejayaannya Kerajaan Kutai hampir manguasai sebagian wilayah Kalimantan.

a. Sumber Sejarah
   
     Sumber yang mengatakan bahwa di Kalimantan telah berdiri dan berkembang Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu adalah beberapa penemuan peninggalan berupa tulisan (prasasti). Tulisan itu ada pada tujuh tiang batu yang disebut yupa. Yupa tersebut adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa tersebut diketahui Raja Mulawarman yang memerintah Kerajaan Kutai pada saat itu. Nama Mulawarman dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi pada Kaum Brahmana.


b. Kehidupan Politik

     Sejak muncul dan berkembangnya pengaruh hindu (India) di Kalimantan Timur, terjadi perubahan dalam kepemerintahan, yaitu dari pemerintahan suku dengan kepala suku yang memerintah menjadi kerajaan dengan seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Berikut beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Kutai:

- Raja Kudungga
     Adalah raja pertama yang berkuasa di kerajaan kutai. Dapat kita lihat, nama raja tersebut masih menggunakan nama lokal sehingga para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun.

- Raja Aswawarman
     Prasasti yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Upacara-upacara ini pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai ( ditentukan dengan tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit Kerajaan Kutai.

-Raja Mulawarman
      Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa kejayaannya. Rakyat-rakyatnya hidup tentram dan sejahtera hingga Raja Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang amat banyak.

c. Runtuhnya Kerajaan Kutai

          Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi Kerajaan Islam yang bernama Kesultanan Kutai Kartanegara.

 YUPA



B. KERAJAAN TARUMANEGARA

A. Lokasi

Letak kerajaan tarumanegara ada di wilayah Jawa Barat dengan pusatnya di sekitar daerah Bogor, antara sungai Cisadane & Citarum. Wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara hampir seluruh wilayah Jawa Barat, muliputi Banten, Jakarta, sampai perbatasan Cirebon.



B. Sumber Sejarah

1. Berita Asing
Berita Asing dari zaman Dynasti Ta’ang, menyebutkan bahwa pendeta bernama Fa-Hien terdampar di pantai utara Pulau Jawa (414) ketika ia akan kembali dari India ke China. Dalam catatannya di ceritakan bahwa di pantai utara Pulau Jawa bagian barat telah di temukan masyarakat yg mendapat pengaruh Hindu. Masyarakat itu di perkirakan bagian dari masyarakat Kerajaan Tarumanegara.

2. Prasasti

Ada 7 Prasasti yg menyatakan keberadaan Kerajaan Tarumanegara, di tulis dengan huruf Pallawa & bahasa Sansekerta, meliputi:

a) Prasasti Ciaruteun (di sekitar Bogor)
Prasasti ini berbentuk Syair, bergambar telapak kaki sebagai bekas kaki raja Tarumanegara yg gagah berani.


b) Prasasti Jambu (di sekitar Bogor)
Prasasti ini menyebutkan bahwa, baju ziarah Raja Purnawarman tidak dapat di tembus senjata musuh, di hormati para Pangeran.



c) Prasasti Tugu
Prasasti terpanjang & terpenting dari Raja Purnawarman, yaitu berisi: Perintah Raja Purnawarman untuk menggali sungai Gomati yg panjangnya sekitar 11 km, di selesaikan dalam waktu 21 hari, lalu diadakan selamatan dengan memberikan 1000 ekor sapi kepada para Brahmana.

d) Prasasti Pasi Awi & Muara Cianten
Kedua prasasti ini belum dapat di baca.

e) Prasasti Lebak Munjul (di tepi Sungai Cidanghiang, Kec. Munjul, banten Selatan )
Yang berbunyi “ ini tanda keperwiraan, keagungan & keberanian yang sungguh-sungguh dari Raja dunia yang mulia Purnawarman yang menjadi Panji Dunia”.




f) Prasasti Kebon Kopi (di sekitar Bogor)
Prasasti ini bergambar telapak kaki gajah.
Ketujuh Prasasti tersebut tidak di jelaskan angka tahun,sehingga diadakan perbandingan melalui huruf-huruf Prasasti yang di temukan di India, tang menjelaskan Prasasti itu di tulis pada abad ke-5 M.

C. Kehidupan Politik
Berdasarkan tulisan pada prasasti di ketahui bahwa Raja yg memerintah adalah Raja Purnawarma, sedangkan bukti-bukti yg menyatakan keberadaan raja-raja sebelumnya dan sesudahnya tidak ada. Bukti yang menyatakan Purnawarman sebagai Raja yang Besar adalah:
 Prasasti Ciaruteun yang berganbar telapak kakiØ
 Prsasti JambuØ
 Prasasti Kebon Kopi yang bergambar telapak kaki GajahØ
 Prasasti TuguØ

D. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi Tarumanegara pada berbagai bidang antara lain:
 Pertanian. Dapat di lihat dari Prasasti Tugu yg menyatakan bahwa Raja Purnawarman membangun sebuah saluran air sepanjang 6122 ton bak.v
 Perkebunan. Berdasarkan catatan Fa-Hein di sebutkan bahwa penduduk telah bisa membuat minuman dari bunga kelapa (vtuak).
 Perburuanv & Perdagangan. Sesuai dengan berita yang menyatakan bahwa salah satu komoditas yang di perjual belikan oleh pedagang Tarumanegara dengan China adalah Cula Badak & Gading Gajah (hasil perburuan),serta kulit penyu.
 Pertambangan Emasv & Perak merupakan barang tambang yang di hasilkan di Tarumanegara dan merupakan barang dagang yang di gemari pedagang China.
 Peternakan. Dalam prasasti Tugu di nyatakan bahwa setelah selesai pembuatan saluran air kemudian diadakan selamatan dengan menghadiahkan 1000 ekor sapi kepada para Brahmana.v

E. Kehidupan Sosial-Budaya
Kehidupan Sosial sudah teratur & rapi di bawah pemerintahan Raja Purnawarman. Ini di ketahui melalui prasasti Ciaruteun.
Dilihat dari cara penulisan huruf-huruf dari prasasti yang di temukan di ketahui bahwa tingkat kebudayaannya sudah tinggi dan telah berkembangan kebudayaan tulis-menulis.
Menurut catatan Fa-Hein, bahwa di Tarumanegara ada 3 kelompok penganut yaituL:
Agama hindu >>> paling banyak penganutnyabterutama golongab kraton.
Agama Budha>>> sedikit penganutnya.
Agama koto atau Animisme>>> dynamisme.
Di bidang sastra masyarakat telah mengenal Syair.
Di bidang seni pahat juga sudah maju di buktikan dengan penemuan arca Wisnu dari Cibuaya yg memperlihatkan kesamaan dengan arca-arca yg di temukan di Semenanjung Melayu, Siam & Kamboja.
Di bidang pertanian telah diadakan penggalian saluran yang berfungsi sebagai pencegahan banjir & pengairan.

F. Kemunduran Kerajaan Tarumanegara.
Penyebab berakhirnya kerajaan Tarumanegara tidak di ketahui dengan pasti. Tapi dari prasasti yang di temukan di Astana (Kawali) di perkirakan lenyapnya Kerajaan Tarumanegara menjelang akhir abad ke-7. lalu di sunda muncul kerajaan kecil seperti: Kuningan, Galuh dan Sunda yang kemungkinan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanegara,hingga berakhir karena terdesak oleh perkembangan agama Islam.


C. KERAJAAN SRIWIJAYA

Dalam sejarah Indonesia ada dua kerajaan kuno yang selalu disebutkan sebagai kerajaan-kerajaan yang megah dan jaya, yang melambangkan kemegahan dan kejayaan Indone¬sia di zaman dulu. Kedua kerajaan itu adalah Sriwijaya dan Majapahit.

A. Lokasi Kerajaan

Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang bukan saja dikenal di wilayah Indonesia, tetapi dikenal di setiap bangsa atau negara yang berada jauh di luar Indonesia. Hal ini disebabkan letak Kerajaan Sriwijaya yang sangat strategis dan dekat dengan Selat Malaka. Telah kita ketahui, Selat Malaka pada saat itu merupakan jalur perdagangan yang sangat ramai dan dapat menghubung-kan antara pedagang-pedagang dari Cina dengan India maupun Romawi.
Dari tepian Sungai Must di Sumatra Selatan, pengaruh Kerajaan Sriwijaya terus meluas yang mencakup Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra. Luasnya wilayah laut yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya menjadikan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang besar pada zamannya.
B. Sumber Sejarah

Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.
Berita Asing
Mengingat Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim dengan letak yang sangat strategis, banyak pedagang-pedagang asing yang datang untuk melakukan aktivitas di Kerajaan Sriwijaya. Untuk itu banyak ditemukan informasi mengenai keberadaan Kerajaan Sriwijaya ini. Berita asing tersebut antara lain sebagai berikut.
Berita Arab Dari berita Arab dapat di-ketahui bahwa banyak pedagang Arab yang melakukan kegiatan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya. Bahkan di pusat Kerajaan Sriwijaya ditemukan perkam-pungan-perkampungan orang-orang Arab sebagai tempat tinggal sementara. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga diketahui dari sebutan orang-orang Arab terhadap Kerajaan Sriwijaya seperti Zabaq, Sabay, atau Sribusa.
Berita India Dari berita India dapat diketahui bahwa raja dari Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola.
Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan satu prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti tersebut dinyatakan Raja Nalanda yang bernama Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai gantinya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.
Di samping menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India Selatan. Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat Malaka.
Berita Cina Dari berita Cina, dapat diketahui bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya telah menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina. Para pedagang Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya ke India maupun Romawi.
Berita dalam Negeri
Berita-berita dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut sebagian besar mengguna-kan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.

A.Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukkan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan.

B. Prasasti Telaga Batu
Prasasti itu menyebutkan tentang kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat terhadap Raja Sriwijaya dan juga melakukan tindakan kejahatan.

C. Prasasti Talang Tuwo

Prasasti berangka tahun 684 M. itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perin¬tah Raja Dapunta Hyang.


D. Prasasti Kota Kapur
 Prasasti berangka tahun 686 M. itu menyebutkan bahwa
Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk menaklukkan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut ditemukan di Pulau Bangka.

E. Prasasti Karang Berahi

Prasasti berangka tahun 686 M. itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukkan penguasaan Kerajaan Sriwijaya atas daerah itu.

F. Prasasti Ligor
Prasasti berangka tahun 775 M. itu menyebutkan tentang ibukota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka.

G. Prasasti Nalanda

Prasasti ini menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Dinasti Syailendra. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.

C. Kehidupan Politik

Dalam perkembangan sejarah Indonesia, Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang megah dan jaya di masa lampau. Namun, tidak semua raja yang pernah memerintah meninggalkan prasasti. Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut.
Raja Dapunta Hyang Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki wilayah Minangatamwan. Sejak awal pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
Raja Balaputra Dewa Pada masa pemerintahan Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaannya. Pada awalnya. Raja Balaputra Dewa adalah raja dari Kerajaan Syailendra (di Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu. Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Raja Balaputra Dewa) yang tidak memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputra Dewa di Kerajaan Sriwijaya disambut baik. Kemudian, ia diangkat menjadi raja.
Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya berkembang pesat. Raja Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat Sriwijaya.
Raja Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan kembali.



D. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya

Pada awal pertumbuhannya, Kerajaan Sriwijaya mengadakan perluasan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah sekitamya. Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya dipindah dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitamya seperti Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat (Tammanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat.
Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap Tanah Genting Kra bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra sering digunakan oleh para pedagang untuk menye-berang dari perairan Laut Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat Kerajaan Sriwijaya.
Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat Sunda maupun Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra. Dengan wilayah kekuasaan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi Kerajaan Laut terbesar di Asia Tenggara.

E. Sriwijaya sebagai Negara Maritim
Berita tentang Kerajaan Sriwijaya berasal dari seorang musafir Cina bernama I-tsing (671 M). Berita lain berasal dari tahun 683 M dengan ditemukannya Prasasti Kedukan Bukit di Bukit Sigutang (dekat Palembang).
Prasasti mi menyebutkan bahwa seorang raja yang bijaksana berlayar ke luar negeri untuk mencari kekuatan gaib. Usaha besar yang dimaksudkan itu adalah perjalanan ekspedisi Raja Sriwijaya yang berhasil dengan gemilang menaklukan Bangka dan Melayu (di Jambi).
Prasasti Kota Kapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka menyata-kan bahwa penduduk Pulau Bangka tunduk pada Kerajaan Sriwijaya. Diberitakan pula bahwa Kerajaan Sriwijaya telah melakukan ekspedisi ke Pulau Jawa. Perluasan yang dilakukan Kerajaan Sriwijaya bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan Selat Sunda, yang merupa-kan jalur pelayaran dan perdagangan yang penting. Keberhasilan Kerajaan Sriwijaya berkuasa atas semua selat itu menjadikannya sebagai penguasa tunggal jalur aktivitas perdagangan dunia yang melalui Asia Tenggara.
Armada Kerajaan Sriwijaya yang kuat dapat menjamin keamanan aktivitas pelayaran dan perdagangan. Armada Sriwijaya juga dapat memaksa perahu dagang untuk singgah di pusat atau di bandar Kerajaan Sriwijaya. Semakin ramainya aktivitas pelayaran perdagangan mengakibatkan Kerajaan Sriwijaya menjadi tempat pertemuan para pedagang atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Pengaruh dan peranan Kerajaan Sriwijaya semakin besar di laut. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya juga melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, sampai ke Cina di sebelah utara/ atau Laut Merah dan Teluk Persia di sebelah barat.





F. Hubungan Luar Negeri


Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala (Nalanda) di Benggala dan Kerajaan Cholamandala di pantai timur India Selatan.
Sekitar abad ke-8 M hingga abad ke-11 M daerah Benggala diperintah oleh raja-raja dari Dinasti Pala. Seorang rajanya yang terbesar bernama Raja Dewa Paladewa (abad ke-9 M). Hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan Kera¬jaan Pala amat baik, terutama dalam bidang kebudayaan dan agama. Kedua kerajaan ini menganut agama Buddha. Banyak Bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya belajar agama di perguruan tinggi Nalanda. Hubungan baik ini dibuktikan dengan Prasasti Nalanda (860 M). Di samping pembebasan lima desa dari pajak, prasasti itu juga berisi pernyataan bahwa Raja Balaputra Dewa terusir dari Kerajaan Syailendra akibat kalah perang melawan kakaknya Pramo-dhawardani dan kemudian diangkat menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya. Dengan demikian, hubungan dengan Kerajaan Pala adalah untuk mendapat-kan dukungan dalam memperkuat kedudukannya menjadi raja di Sriwijaya.
Sriwijaya dan Cholamandala
Pada awalnya hubungan kedua kerajaan itu amat baik. Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama Wijayattunggawarman mendirikan satu biara (1006 M) di Kerajaan Chola untuk tempat tinggal para bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya.
Persahabatan kedua kerajaan berubah menjadi permusuhan akibat persaingan di bidang pelayaran dan perdagangan. Raja Rajendra Chola yang berkuasa di Kerajaan Chola melakukan dua kali serangan ke Kerajaan Sriwijaya. Serangan pertama tahun 1007 M mengalami kegagalan. Namun, serangan kedua (1023/1024 M) berhasil merebut kota dan bandar-bandar penting Kerajaan Sriwijaya/ bahkan Raja Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan.
Serangan itu tidak mengakibatkan terjadinya penjajahan, karena tujuannya hanya membinasakan armada Kerajaan Sriwijaya. Jika kekuatan Kerajaan Sriwijaya berhasil ditaklukkan, maka jaringan pelayaran perdagangan di wilayah Asia Tenggara hingga India dapat dikuasai oleh Kerajaan Chola.
Walaupun serangan Kerajaan Chola tidak mematikan Kerajaan Sriwijaya, tetapi untuk sementara kekuatan Sriwijaya lumpuh. Kelumpuhan Kerajaan Sriwijaya merupakan peluang baik bagi Airlangga di Jawa Timur yang dengan cepat menyusun kekuatan angkatan perangnya, baik di darat maupun di laut. Dalam waktu singkat keruntuhan Kerajaan Dharmawangsa dapat ditegakkan kembali, sehingga ketika kekuatan Kerajaan Sriwijaya pulih kembali, di Jawa Timur telah berdiri negara besar dan kuat, sebagai saingannya.

G. Mundurnya Kerajaan Sriwijaya


Pada akhir abad ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh faktor politik dan ekonomi.
Faktor Politik Kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak, karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan kegiatan pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.
Dari daerah timur, Kerajaan Sriwijaya terdesak oleh perkembangan Kerajaan Singasari, yang pada waktu itu diperintah oleh Raja Kertanegara. Kerajaan Singasari yang berdta-cita menguasai seluruh wilayah Nusantara mulai mengirim ekspedisi ke arah barat yang dikenal dengan istilah Ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi ini, Kerajaan Singasari mengadakan pendudukan terhadap Kerajaan Melayu, Pahang, dan Kalimantan, sehingga mengakibatkan kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak.
Faktor Ekonomi Para pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang, karena daerah-daerah strategis yang pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya telah jatuh ke kekuasaan raja-raja sekitarnya. Akibatnya, para pedagang yang melakukan penyeberangan ke Tanah Genting Kra atau yang melakukan kegiatan ke daerah Melayu (sudah dikuasai Kerajaan Singasari) tidak lagi melewati wilayah kekuasaan Sriwijaya. Keadaan seperti ini tentu mengurangi sumber pendapatan kerajaan.
Dengan alasan faktor politik dan ekonomi, maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit tahun 1377 M.

0 comments:

Post a Comment

Melati. Powered by Blogger.
© Melati Zahra Anjaningrum's | Powered by Blogger - Design by BlogSpot Design - Edited by Dhenis Alfa Oktaviano